Kembali ke gunung

0 comments
kenapa mendaki gunung? karena ia ada di sana..
sebuah pertanyaan dan jawaban yang begitu populer dikalangan pendaki gunung. Kata legendaris ini begitu ringan keluar dari mulut GL, Mallory. seorang petualang dan pendaki gunung sejati yang hilang saat mendaki everest tahun 1924.

Pertanyaan kenapa mendaki gunung menjadi pertanyaan klasik bagi sebagian besar orang yang sedikit memiliki jiwa petualang alam. Sudah bisa dibayangkan, dalam dingin dan terik, berbekal "seadanya", berjalan kaki menyusuri jalanan mendaki. belum terhitung untuk menuju kaki gunung. tidak jarang memerlukan perjuangan yang tak kalah "sengsaranya". Lalu, kenapa harus naik gunung? aneh tentunya. toh kalau hanya sekedar mendapatkan pemandangan dari ketinggian, cukup dari dataran tinggi yang bisa dijangkau oleh kendaraan. ada tangkuban prahu, puncak pas, bromo atau... banyak tempat lain.

Menjawab pertanyaan kenapa mendaki gunung begitu penting untuk dijawab. berbagai argumentasi, bahkan disertai emosi dan intimidasi pun tidak jarang dilakukan. Padahal, si penanya kadang bertanya jujur. bukan mencemooh karena si pendaki dianggap melakukan pekerjaan sia-sia. udah cape, pake keluar duit banyak pula...

secara tidak sadar, menjawab dengan sengit atas pertanyaan sederhana adalah bentuk dari sebuah kebutuhan atas pengakuan. kalau  mendaki gunung adalah sebuah kebenaran. tindakan mulia atau bahkan tindakan heroisme. ada kebanggaan tersendiri saat orang lain memberikan stempel sang pendaki gunung.

era 90-an, kebanggaan tersebut bahkan diakomodir oleh gaya atau fasyen petulang. sandal dan sepatu gunung, celana lapang/cargo, kemeja flanel plus tas punggung parasut. tidak lupa berbagai accessories berbau petualang. dari mulai gelang, kalung, jam tangan dll.
pemakainya, tidak lagi sang pendaki gunung tentunya. tapi masyarakat yang tak mengenal kaki gunung pun meramaikan style yang sedang trend tersebut.

trend fasyen satu sisi turut mendukung semakin mudahnya kita mendapatkan peralatan gunung. sebelumnya, harga peralatan gunung yang serba mahal perlahan mulai merakyat. karena mekanisme pasar mulai memainkan peran. munculnya produsen perlengkapan alam bebas memberikan banyak pilihan. ketersediaan barang yang melimpah, bahkan merk2 terkenal yang sebelumnya hanya menjadi mimpi untuk mendapatkannya, kini bersaing ketat dipasaran.

Jayagiri yang selanjutnya beralih merk menjadi dody dan alphina tidak lagi menjadi merk dominan tas punggung, kantung tidur maupun pakaian sang petualang. muncul merk eiger yang mulai menerobos dengan model2 trendy. selanjutnya mulai bermunculan merk lain seperti avtect, consina, co treck, rei dll. produk luar seperti karrimor, deuter, the north face, JW, Jeans Sport dll pun begitu mudah dengan harga yang tidak terlalu jauh berbeda dengan produk lokal.

Sebuah Langkah Awal...
Tahun 1986, adalah awal dari sebuah pengalaman baru. Saat itu aku duduk di kelas 2 SMP. entah ide dari mana, saat itu disepakati untuk jalan2 masuk hutan ujung kulon. hutan yang konon masih perawan dan menyimpan sejuta misteri. Berjuta cerita mistik menyelimuti kawasan taman nasional saat itu. dari mulai ular sebesar batang pohon kelapa, kalajengking lengan orang dewasa, lipan sebesar piring, monyet sebsar orang sampai burung raksasa. Namun konyolnya, justru cerita2 seram itu lah yang menjadi daya tarik saat itu.

ber-11 orang, kami mulai menjalankan rencana tersebut. Dengan menumpang truck, kami mulai menuju lokasi. Kami harus berganti menumpang truck yang kebetulan lewat beberapa kali untuk sampai mendekati lokasi.. dan terus bertanya tentunya setiap bertemu penduduk untuk menunjukan jalan menuju kampung bernama Cibaliung. tidak satu pun dari kami ber 11 yang pernah berkunjung ke sana. hanya cerita saja ada kampung bernama cibaliung sebelum masuk hutan ujung kulon.

setelah yakin tidak ada lagi kendaraan yang lewat, kami pun memutuskan untuk mulai berjalan kaki. saya tidak ingat, awal berjalan kaki. yang teringat adalah, semalaman kami berjalan di kegelapan malam menyusuri jalanan tanah. istirahat hanya sesaat lalu lanjut berjalan, jalan dan jalan. sampai akhirnya kami kelelahan dan tertidur dipinggir pantai. esoknya, kami melanjutkan perjalanan. tidak banyak rumah penduduk saat itu yang kami temui. karena kami mengambil jalan pintas. sampai desa terakhir menjelang pagi.

dasar tak punya pengalaman apa2. sesampai kampung terakhir, kami tidak menemui penduduk atau sesepuh desa. tapi kami langsung masuk hutan, menyusuri jalan setapak yang biasa digunakan penduduk. canda tawa terus mewarnai perjalanan kami. kami menggunakan gubug2 penduduk ditengah hutan untuk bermalam. rasa riang gembira itu terus menyertai kami sampai kami sadar, kalau kami tidak tahu lagi arah jalan. saat itu adalah hari ke 3 di dalam hutan dan berencana untuk kembali.

saat itu seluruh tim merahasiakan dariku agar aku sebagai orang paling kecil tidak panik. aku baru mengetahu kalau tersesat, setelah memasuki hari ke 5. saat bekal makanan kami habis. ajaibnya, tidak ada sedikitpun rasa panik atau cemas tidak bisa pulang. sikapku yang tenang dan tidak menjadikan "ketersesatan"ku sebagai persoalan sepertinya sangat membantu orang dewasa di timku untuk mencari jalan keluar.

rencana pun disusun. tentunya tidak didasarkan ilmu survival yang menjadi teknik dasar bagi kawan2 pencinta alam saat ini. tapi lebih ke arah insting mahluk hidup untuk tetap bertahan hidup. makanan dan air untuk minum adalah prioritas kami. dan tentu saja berdoa dan tertib menjalankan sholat agar bisa selamat kembali ke rumah.

tidak ada lagi jalan setapak. patokan kami hanya arah matahari. namun, kadang, rimbunnya pohon menutup arah matahari tersebut berada dimana. belum lagi kontur lahan yang membentuk patahanan2. siang hari adalah waktu untuk mencari jalan. menjelang malam, kami segera membangun tempat tidur di atas pohon.

Hari ke 8 kami hampir putus asa. bayangan kami adalah menjadi penghuni tetap hutan ujung kulon. menjadi pertapa atau tarzan. tidak jarang antara orang dewasa mulai bertengkar dengan berbagai persoalan. tapi selalu dapat diredam karena posisi kita yang harus tetap bersatu. Kami pun memutuskan untuk menyerahkan diri kepada Yang Maha Kuasa. tidak ngotot segera bertemu jalan, syukur2 ketemu orang yang bisa membimbing kita untuk kembali pulang.

Hari ke 12, kami mendengar suara ombak. begitu girangnya saat itu. karena bayangan akan segera bertemu kampung. bertemu orang dan tentu saja kembali makan nasi. Semak belukar kami terobos. Namun kami tidak bisa menembusnya hari itu karena hari telah kembali berganti malam. Kami pun kembali bermalam. karena tidak ada lagi senter yang bisa kami gunakan untuk menembus kegelapan malam. tidak ada lagi tempat tidur yang disiapkan untuk sedikit nyaman tidur di atas pohon. kami masing2 hanya mencari dahan yang bisa menjaga kami untuk tidak jatuh ke bawah.

Esok pagi, tidak ada lagi suara ombak yang sebelumnya terdengar begitu dekat. kami pun kembali bingung. jika itu suara "mistrius". kemapa semua orang mendengar. Kami pun seharian tidak melakukan apa2. hanya berdiam diri dan tidur2an disekitar lokasi. menjelang siang, kami putuskan untuk kembali mengikuti jalan sebelumnya. tidak melanjutkan menerbos untuk mengikuti arah suara ombak. kembali karena kami perlu air minum.

selanjutnya, kami kembali mengikuti arah matahari terbenam. perlahan menerobos lebatnya hutan. pohon tumbang dan membentuk bak benteng kompeni tidak lagi menarik perhatian. lipan sebesar jembol kaki orang dewasa tidak lagi menjadi hiburan menarik. demikian juga dengan kalajengking super besar yang kerap kami temui di sekitar tumbukan serasah saat kami istirahat.

kami tidak lagi mengenal hari atau tanggal. berjalan dan terus berjalan. lelah, istirahat. saat menjelang malam, segera kami istirahat. rutinitas itu terus kami jalani. sampai akhirnya menemukan jalan setapak yang begitu bersih. jalan setapak yang seolah2 sering dilewati orang. tidak terbayangkan, bagaimana kegembiraan kami saat itu... sampai semua orang berteriak sekuat2nya karena bayangan terselamatkan telah di depan mata.

Dengan sangat yakin, kami pun mengukuti jalan setapak tersebut. menjelang tengah hari, kami sampai ke kebun yang tertata rapih. Kami pun berlari untuk bisa mendapatkan sesuatu yang bisa di makan. Disana, ada seorang bapak tua yang sedang membersihkan kebun. dengan senyum ramah, memberikan hasil kebun kepada kami. Pepaya matang dengan ukuran yang wah. sebuah makanan mewah tentunya setelah berhari2 hanya makan daun dan garam.

setelah habis dua buah pepaya besar, si Bapak pun mengajak kami ke rumahnya. disana, telah tersedia nasi hangat dan lauk pauknya. kami pun tidak sungkan untuk menyantap makanan lezat tersebut. Banyak tua yang ditemani istri dan anak perempuannya hanya tersenyum ramah menyaksikan kami seperti kesetanan manyantap makanan tersebut.

Bapak tua itu pun menyuruh kami untuk sholat ashar. sama sekali kami tidak menunda perintah tersebut. seluruh tim sholat berjamaah. selesai sholat, kami telah disediakan kopi dan singkong rebus dengan parutan kelapa. si bapak tua maupun istri dan anaknya sama sekali tidak mau menemani kami. kami berpikir simple, mungkin tidak enak mengganggu orang kelaparan. khawatir sungkan dalam menyantap hidangan yang disediakan.

setelah semua kandas makanan yang ada, si bapak pun mendatangi kami. beliau memberikan pesan singkat. segera ikuti jalan setapak dan jangan menengok ke belakang sampai bertemu rumah pertama di kampung. pesan itu diulangnya tiga kali. setelah itu, kami diminta untuk melanjutkan perjalanan.

ada rasa heran dan ingin bertanya, kenapa? tapi kami tidak melakukannya dengan beberapa pertimbangan. dan yang palling utama, tentu kami segera sampai kampung dan pulang. kami pun berpamitan dan melanjutkan perjalanan. kami betul2 menahan diri untuk tidak melihat ke belakang. berjalan cepat, jalan dan jalan. Menjelang magrib, kami melihat rumah. Kami pun berlari untuk bisa sampai ke rumah tersebut.

Pemilik rumah tak bisa menutup keheranannya atas kedatangan kami. bersebelas orang dengan keadaan kacau balau, menjelang magrib tiba2 muncul dari dalam hutan. Namun kerawahannya mengalahkan rasa heran. tanpa banyak tanya, si empu rumah pun mempersilahkan kami masuk. meminta sang istri untuk menyiapkan makanan dan munuman.

setelah sholat isya, kami pun telah disiapkan makan malam. tidak ada pertanyaan macam2 selain menanyakan asal kami. bercerita ringan selanjutnya mempersilahkan kami untuk istirahat.

esok pagi, baru lah si bapak pemilik rumah mulai bertanya detil tentang dari mana tiba2 muncul dari dalam hutan. tujuan kami ke dalam hutan, berapa lama dll. Hal ajaib adalah, si bapak telah menebak kalau kami bertemu satu keluarga di dalam hutan. dan beliau lah yang menunjukan jalan pulang.

Kami baru sadar setelah si bapak bercerita tentang siapa sesungguhnya orang baik di dalam hutan tersebut. dia adalah penjaga hutan. dia akan baik kalau kita memiliki hati yang baik. dan akan sebaliknya kalau kita memiliki niat jahat. kami mulai merenungkan, kenapa tiba2 ada jalan. si bapak telah menyediakan pepaya yang cukup buat kami ber sebelas. sampai rumah, telah tersedia nasi plus lauk pauk yang juga cukup untuk sebelas orang. padahal, beliau hanya tinggal bertiga. dan tentu pesan untuk berjalan mengikuti jalan setapak dan tidak boleh menengok ke belakang. 
  
ke anehan2 itu begitu besar saat itu. kami pun baru tahu, jika kami melanggar pesan untuk tidak menengok, bisa dipastikan kami tidak akan lagi kembali ke dunia manusia.. dan kami memang beruntung karena kami masih dapat kembali setelah 21 hari berjibaku dalam hutan yang tidak kami kenal dengan bekal minimalis.

sesampai rumah, aku habis2an mendapatkan hadiah omelan tak berkesudahan. karena pergi tanpa pamit dan tanpa kabar. satu hari menikmati rumah, aku harus pindah tidur ke rumah sakit. saya positif terkena virus malaria. Hampir satu minggu aku terbaring disana untuk kembali pulih.

Kapok,,,, ternyata tidak. justru perjalananku yang tak terduga menjadi awal kegilaanku atas petualangan-petualangan selanjutnya......

Setelah pulih, kami dari sebelas orang itu pun kembali membuat rencana lain. Mendaki gunung. Gunung  (1.778 mdpl), Sebuah gunung yang tidak terlalu tinggi di Kab. Pandeglang -  Banten. Gunung ini pun menyimpan banyak misteri dan menjadi bagian dari cerita legenda di Banten. Sumur Tujuh adalah salah satunya yang konon hanya yang berhati bersih yang bisa melihatnya.tidak lagi bersebelas, tapi hanya tersisa 3 orang yang masih tetap memiliki keinginan untuk melanjutkan perjalanan ke tempat2 yang dahsyat... menurut kami ber-empat.

Pendakian pertama akhirnya bisa kami wujudkan menjelang ujian akhir SMP. dengan ransel tentara berukuran mini berbahan terpal, wajan kecil, penggorengan (tentu semuanya bergelantungan di luar ransel), kami mulai menapakan kaki merayapi punggungan gunung karang.

sayang, pendakian maupun perjananan di ujung kulon tak ada dokumentasinya. harap maklum, saat itu kamera dengan film masih merupakan barang mewah. peralatan hikking, jangan tanya. kami pun saat itu tidak pernah tahu kalau ada tas khusus untuk mendaki, sleeping bag, nesting, parafin dll.

baru setelah itu, aku dikenalkan peralatan pendakian milik tentara. om ku yang serdadu memberiku hadiah perlengkapan lapang setelah tahu, aku suka naik gunung dan pernah tersesat di hutan ujung kulon. nesting, kompor parafin, sleeping bags tentara, jas hujan, jaket, survival kits,  plus sepatu PDL adalah hadiah pertamaku. juga buku panduan survival dan mountaineering. tiga bulan berikut, tas jayagiri dengan frame luar pun aku dapatkan sebagai hadiah kedua. dengan satu syarat, aku harus melanjutkan sekolah ke SMA.. :-)
(saat itu aku mogok sekolah.. karena merasa bosa...)

foto 2, 3 dan 4; di ambil dari internet