PANDEMI COV 19 DAN AKTIFITAS PETUALANGAN

Tiga bulan pertama paska negeri ini mengumumkan "darurat" atas pendemic COV 19, bisa jadi negara bagi sebagian orang. Tak pelak bagi organisasi pencinta alam dan anggotanya. ditutupnya aktifitas akademik sebagai bagian pencegahan dan menutup mata rantai penularan, berdampak para aktifitas yang telah direncanakan dalam agenda kerja. Bingung mau ngapain? sudah pasti, karena ini merupakan kejadian pertama yang dirasakan para milenial. Kasus sebelumnya tentu hanya cerita yang tak berbekas dalam ingatan. Selain pandemic serupa terjadi pada masa penjajahan (1918 - 1920), juga karena pengalaman dan pengetahuan tidak menjadi sebuah pembelajaran. Pada kasus wabah seperti flu burung, flu babi, ebola dll, lebih didominasi riung politisnya.

Ada kebanggaan dari berbagai inovasi yang dilakukan Kelompok Pencinta Alam (KPA) mensikapi tantangan pembataasan interaksi sosial ini. Diklat online misalnya. Tentu tidak sederhana menjabarkan gagasan sampai teknis pendidikan dasar pencinta alam yang mengutamakan praktik dan pengalaman langsung dalam proses pendidikannya. Tantangan pertama, sudah pasti dalam mensikapi bebagai perbedaan pandangan sesama pengurus, anggota maupun para senior. Beragam pengetahuan, pengalaman maupun jejaring yang dimilik masing-masing akan mewarnai pendapatnya dengan argumentasi yang bisa jadi sama-sama kuat. tapi harus ada titik temu yang saling menghormati dan menghargai untuk kebaikan organisasi yang dicintainya. tantangan lain tentu dalam merumuskan metode dan pendekatan, proses maupun sistem pemantauan dan evaluasinya dalam satu kesatuan kurikulum yang tetap menjamin produk yagn dihasilkan; pengetahuan, ketrampilan dan perubahan prilaku serta jiwa korsa atas organisasi.

Tidak bisa dipastikannya berapa lama pandemik akan berlangsung, membuat gelisah tidak saja KPA, tapi juga para penggiat alam bebas, khususnya mendaki gunung yang tidak lagi menjadi icon  KPA seperti di era 70 - awal 90an. Setiap orang bisa mendaki gunung. Perlengkapan pendakian yang beragam dan mudah didapat serta relatif terjangkau, keterbukaan informasi serta kemudahan sarana transportasi, menjadikan kegiatan mendaki gunung telah memasuki era wisata masal. pada tahun 2018, Gunung Semeru, jumlah pendaki mencapai 853.016 (detik.com), Gunung Gede Pangrongo 41.063 (TNGGP, 2018), Rinjani 82.779 (TNGR, 2017). Ini belum pendaki yang melakukan pendakian melalui jalur tikus dan tidak terdata. Sebagai gambaran, saat gempa di NTB tahun 2018, jumlah pendaki yang dievakuasi sebanyak 1.226 orang. Dari jumlah ini tentu kita mendapatkan gambaran, berapa jumlah pendaki setiap tahunnya?

Film pendakian yang populer seperti 5 cm dan keberadaan media sosial turut berkontribusi populernya olah raga yang sebelumnya menjadi ciri khas manusia-manusia dengan pakaian sekenanya, rambut gondong berbaji flanel atau kaos oblong dan.... jarang mandi. Perlengkapan gunung yang stylist dan berharga fantastis, juga turut mendongkrang gengsi aktifitas mendaki gunung sebagai olah raga yang keren. wal hasil, medsos seperti FB dan IG, dipenuhi dengan postingan pendakian dengan beragam gaya.

Masa pandemik, tentu menjadi ujian berat bagi pendaki penggila medsos. tiga, empat atau lima bulan tanpa up date status mejeng di puncak atau didepan tenda dengan latar belakang gunung, membuat hidup gak afdol. sehingga mulai kasak kusuk, bagaimana bisa mendaki, sekalipun dengan cara illegal. bahkan cara ilegal pun dipolitisir sebagai bagian tantangan yang memicu adrenalin. dan... jreng.. jreng... jadilah mereka melakukan pendakian ilegal. Tapi sebagai penggila medsos, tentu tidak boleh dilewatkan untuk tetap up load aktifitas illegalnya. video dan foto pun beredar di jagat maya.. tujuan tercapai sudah. urusan di bully, itu perkara lain. ada juga beberapa yang tertangkap tangan dan mendapat black list mendaki beberapa gunung pada kurun waktu tertentu.

Pandemik sebagai media refleksi diri dan pemulihan fungsi ekologis kawasan

Sisi positif dari pandemik dari aktifitas pendakian, tentu bagi alam itu sendiri. Bagi beberapa gunung di kawasan konservasi seperti Gede-Pangrango, Semeru atau  Rinjani, telah ada aturan untuk menutup gunung untuk memberikan kesempatan bagi lingkungan untuk memulihkan diri. Aturan ini juga telah diikuti oleh beberapa gunung non kawasan konservasi seperti Slamet, Sumbing, Arjuno-Welirang dll. sekalipun ini lebih dikaitkan dengan cuaca ekstrim yang dapat membahayakan pendaki.   

Saat pendemic dan upaya pencegahan penyebaran, hampir seluruh gunung tertutup untuk pendakian. Kondisi tiga bulan masa penutupan adalah masa penting bagi kawasan untuk memulihkan dirinya. dari pantauan penduduk lokal, selama masa penutupan, banyak satwa beraktifitas diseputar jalur pendakian. ini tentu menjadi bagian refleksi bagi kita semua, jalur pendakian yang umumnya ramai saat akhir pekan merupakan habitatnya. mereka tentu akan terganggu dengan kehadiran manusia. Belum lagi terkait sampah non organik yang berserakan sepanjang jalur pendakian dan menggunung pada setiap pos.

Pada masa pandic, dimana kita diminta untuk lebih banyak di rumah sejatinya dapat dijadikan untuk refleksi diri atas aktifitas kita di gunung. sebeberapa besar kita merkontribusi menurukan kualitas lingkungan selama kita beraktifitas. juga dapat menjadikan refleksi atas kemampuan terhadap aktifitas pendakian yang aman. apakah kita telah memiliki kemampuan mengelola perjalanan pendakian, memiliki pengetahuan tentang navigasi, survival, pertolongan pertama atau terkait cuaca? selama masa break, kita bisa menggunakan berbagai fasilitas yang ada untuk memperdalam dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Iseng-iseng, kita bisa mempraktikan membuat api dengan peralatan yang ada di alam. mulai mempraktikan membuat bivak, memurnikan air, atau membuka kembali teknik navigasi darat. 

Group pada media sosial, dapat menjadi ajang saling berbagi pengetahuan dan keterampilan. tentu ini akan sangat bermanfaat, selain mulai mencari inovasi dalam mempraktikan pendakian yang aman pada saat wabah masih menjadi ancaman. Dan ini menjadi tantangan bersama tentu, saat gunung-gunung mulai membuka diri kembali dengan berbagai aturan keamanan terhadap penyebaran wabah. Kita dan keluarga kita sangat tidak berharap, kita pulang dari pendakian membawa virus itu ke keluarga kita.


     

  


0 Response to "PANDEMI COV 19 DAN AKTIFITAS PETUALANGAN"