MENGELOLA RISIKO BENCANA II

ini bagian II dari sebelumnya...

Tatang begitu gelisah setelah mengetahui kampungnya sangat terancam bencana. sekalipun seumur hidupnya tidak pernah merasakan kejadian banjir bandang, longsor atau bajir genangan..
informasi yang didapat dari obrolan ringan saat makan siang dengan orang yang baru di kenal terasa begitu dalam. Tidak lebih dari 5 menit. perkenalan yang kebetulan itu, berkenaan dengan sebuah peringatan atas ancaman benjir, longsor dan banjir bandang saat musim penguhujan tiba.

Tatang memutar ingatannya atas kampungnya nun jauh di luar jawa. Hutan, tebing dan bebukitan, dan sungai yang memisahkan kampungnnya dengan kampung sebelah. Hutan yang mulai botak di rambah, sungai yang mulai keruh, tebing2 itu.. akhh.... Gundah. sangat gundah. kondisi ini dilihat 1,5 tahun yang lalu ketika dia pulang kampung. bagaimana dengan sekarang. sadarkan warga masyarakat disana, yang juga saudara2nya akan ancaman tersebut? sudahkah pemerintah desa, kecamatan, kabupaten atau propinsi memberi tahu akan ancaman tersebut? warga masyarakat harus berbuat apa?
Ingin rasanya dia memiliki 2 sayap seperti burung. yang bisa mengantarkan dia menembus awan dan tiba di kampungnya. Melihat dari atas, bagaimana kondisi hutan dan kawasan disekitar kampungnnya....

Menyadari tentang ancaman, kapasitas dan kerentanan adalah modal dasar untuk memulai mengelola risiko dan dampak bencana. modal untuk bagaimana melakukan berbagai upaya preventif, mitigasi dan membangun kesiapsiagaan. Tatang sangat paham, rumah per rumah di kampungnnya. dia juga paham secara detil jalan-jalan yang ada. tahu aliran sungai berhulu dimana. demikian juga orang2 kampung disana. siapa yang berusia lanjut, sedang hamil, mempunyai balita atau orang2 yang masih kuat.

Jika kesadaran atas potensi ancaman tersebut disadari warga, maka yang kemudian dilakukan adalah mulai mencari tahu : seberapa besar bahaya tersebut mengancam kampung tersebut. siapa saja yang berisiko tinggi. bagaimana cara penyelamatkan jika bencana betul terjadi. Mengungsi, akan mengungsi ke mana? bagaimana kemungkinan kondisi tempat pengungsian? siapa yang akan menyediakan tempat berlindung, makanan, air bersih, menolong dan merawat yang terluka dll. Lalu, apakah bahaya tersebut bisa dihilangkan, atau paling tidak diperkecil dampaknya?

Ya, memulai mengelola risiko bencana berbasis masyarakat dapat dimulai lewat melihat secara seksama, sumber2 ancaman? berefleksi, tentang kemampuan dan ketidak mampuan. Melakukan pemetaan kawasan rawan dan warga yang rentan. Berdiskusi antar warga untuk saling memberikan informasi dan mencermati perubahan dan kecenderungan yang terjadi selama kurun waktu tertentu. Jika betul terjadi, apa yang bisa dilakukan. Mumpung belum terjadi, apa yang seharusnya dilakukan..

Kerja2 itu bisa dilakukan tidak harus seperti para peneliti dari kampus atau lembaga penelitian. Memetakan kawasan rawan, bisa dilakukan saat warga mandi di sungai. saat ronda, atau ngobrol2 malam. Meraka adalah penduduk kampung, pasti mengetahui secara persis, jengkal demi jengkal daerahnya. dari peta yang tidak perlu menggunakan skala, warga bisa melihat.. siapa saja yang paling berisiko jika terjadi bencana. bagaimana kondisi warga tersebut. semakin berisiko ketika mereka tidak menyadari akan ancaman yang ada. memiliki balita, manula atau wanita hamil. risiko semakin tinggi ketika rumahnya terpisah dari rumah2 yang lain dengan kondisi jalan yang buruk. risiko semakin meningkat lagi ketika mereka tergolong miskin.
tentu tidak hanya manusia yang dipetakan, tapi juga lahan pertanian, jalan, fasilitas publik, sumber-sumber air bersih, sarana transportasi, komunikasi dll.

Menyadari sumber ancaman tidak mungkin diperkecil potensinya menggunakan tenaga lokal, membangun jaringan dengan pihak luar adalah solusi terbaik. tidak harus langsung dengan ahlinya. karena orang yang kita kenal dapat menghubungkan kembali dengan orang yang mungkin punya kenalan seorang ahli. selain itu, tentu mendorong pemerintah untuk berperan aktif adalah yang utama. Mereka lah yang diberi mandat untuk mensejahterakan rakyat. Tanggung jawab mereka menjadikan rakyat dapat hidup bermartabat. Oleh karenanya, mereka mendapatkan berbagai fasilitas dari Negara, sampai akhir hayat keluarganya.

Begitulah praktek mengelola risiko bencana... apakah terlihat sulit? apakah harus para akademisi dengan segenap gelar, para aktifis ornop yang telah malang melintang di dunia persilatan saja yang bisa melakukan. atau instansi pemerintah khusus penanggulangan bencana yang bisa melakukan?
Ya gak lah... la kenyataannya, mengelola risiko bencana itu gampang.. asal ada kemauan untuk melindungi dan menyelamatkan diri dan keluarganya dengan sungguh2. Memulai dari manapun bisa. Dari menyetarakan pemahaman, menganisis sumber ancaman, memetakan ancaman, kapasitas dan kerentanan, memetakan kawasan2 rawan atau mencari teman (pengembangan jaringan) dan mendesak pemerintah setempat untuk memfasilitasi pengelolaan risiko bencana.

mmmm.... aku lagi bosan nulis.. bersambung lagi aja ya... ke bagian 3

0 Response to "MENGELOLA RISIKO BENCANA II"