POTRET BURAM KAWASAN KONSERVASI

Satu lagi warga meninggal akibat system pengelolaan taman nasional. Kali ini di Taman Nasional tertua di Indonesia. Sebuah kawasan yang ditetapkan karena merupakan habitat satu2nya badak jawa. Komar yang tertembus peluru panas meregang nyawa ditangan Polhut sebagai akibat dari tuduhan pencurian kayu di dalam Taman Nasional Ujung Kulon.

Entah, akan berapa nyawa lagi akan meregang di ujung timah panas. Berapa ribu jiwa lagi yang akan dipaksa menyerahkan nyawanya mati pelan-pelan akibat pemiskinan dari sebuah ego. Sebuah nilai agung yang dihembuskan untuk mempertahankan sebuah kawasan dan satwa-satwa langka. Dil uar itu, habitat terus mengalami tekanan oleh berbagai aktifitas berskala besar dan ketidak becusan memikul tanggung jawab atas eksistensi dan fungsi kawasan tersebut.

Taman Nasional adalah sebuah mimpi kosong para birokrat pengurus hutan untuk menunjukan prestasinya dibalik penghancuran areal hutan yang lain. Namun, Taman Nasional tak pernah menjadi posisi tawar ketika di dalamnya terdapat sumberdaya minaral. Celah kebijakan yang melarang berbagai aktifitas melalui UU 41/99 pun diperlebar. Munculah Perpu sebagai pengganti UU. Yang menghalalkan pertambangan dikawasan lindung, termasuk taman nasional. Jauh sebelum perpu tersebut berlaku, pelanggaran terus berlangsung. Penguasaan TN Laurenz oleh PT Freeport sebagai bagian dari kawasan penambangannya adalah cermin ambigu dari sebuah peraturan di Indonesia. Sementara Komar, yang mungkin benar mengambil kayu terpaksa mempercepat waktunya untuk menghadap sang Pencipta.

Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Penetapan zonasi dalam pengelolaan taman nasional didasarkan pada suatu kriteria yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 tahun 1998. Namun sebagai basis penilaian kinerja pengelolaan yang diselenggarakan pada setiap taman nasional belum terjabarkan indikator-indikator dari kriteria tersebut. Hal ini menjadikan biasnya penilaian tingkat keberlanjutan/kelestarian taman nasional yang dikelola dengan sistem pengelolaan yang diterapkan saat sekarang (http://www.dephut.go.id/INFORMASI/LITBANG/zonasi_tnmb.htm)

Penetapan Taman nasional telah memasuki usia yg cukup tua. Pertama kali ditetapkan tahun 1982. Artinya, TN telah memasuki usia 26 tahun. Namun jika melihat dari tulisan di atas, sungguh membuat kira miris. 26 tahun tidak menjadikan system pengelolaan semakin jelas. Bahkan untuk pembuatan zonasi saja, masih belum clear. Apalagi system penetapannya…???? Tentu kita masih ingat kontraversi pemetapan TN Gunung Merapi. Masyarakat lereng Merapi bersama segenap komponen civil society melakukan perlawanan atas ketidak beresan proses, pelanggaran hukum dan pelanggaran HAM. Sekalipun gugatan WALHI dan masyarakat dimentahkan oleh pengadilan tinggi negeri, tapi itu membuktikan bahwa ada persoalan mendasar atas system kelola kawasan konservasi.

Sebuah keajiban terjadi ditengah proses kontraversi penetapan Taman Nasional. Tidak ada hujan mupun angin, Menhut mengeluarkan kebijakan memotong proses penetapan sebuah kawasan menjadi Taman Nasional. Sebuah jalan pintas melegalkan pelanggaran hukum oleh pemerintah sendiri. Sebelumnya, pelanggaran ketetapan yang dibuat metenteri sendiri telah berulang dilakukan. Tapi baru di legalkan ketika ada kelompok masyarakat yang menggugat.

Ya… itulah potret hukum di Indonesia. Potret jalan pintas untuk memposisikan pemerintah tidak akan pernah bisa di hukum.

0 Response to "POTRET BURAM KAWASAN KONSERVASI"