SELAMAT DATANG BANJIR-LONGSOR……

Geli rasanya menyaksikan iklan kreatif SAMPOERNA MILD tentang banjir. Setting film yang Jakarta banget pas dengan kondisi riil Jakarta yang langganan banjir. Tentu semua orang setuju… dengan pernyataan kritis.. Banjir kok menjadi tradisi..!!!!!

Beberapa bulan, atau bahkan hari ke depan, kita akan panen. Kata yang selalu dinantikan masyrakat petani untuk mendapatkan hasil jerih payah selama menanam dan mengurus tanaman pertaniannya. Kita masih bisa menyaksikan, atau paling tidak denger sekelompok komunitas masih mempertahankan tradisi menyambut masa panen atau setelah panen. Sebuah bentuk rasa syukur atas hasil yang didapat kepada Sang Pencipta. Orang dewasa dan anak-anak bersuka cita berbaur dalam serangkaian ritual adat.

Masa panen memang teramat menyenangkan. Itu pun dirasakan nelayan saat musim ikan tertentu, atau warga yang tinggal di pinggiran dan dalam hutan saat musim buah2an yang tersedia di dalam hutan. Panen pun dinantikan para warga kreatif yang memanfaatkan peluang yang disediakan waktu. Musim penerimaan siswa atau mahasiswa baru, penerimaan pegawai negeri/swasta, atau para pedagang disaat menyambut hari raya. Begitu indahnya kata panen di hati setiap orang. Sekalipun tidak menikmati secara langsung, namun paling tidak kita ikut merasa senang saat menyaksikan berita, mendengar cerita suka cita tersebut. Menyejukan hati….

Musim hujan bagi sebagian orang adalah masa untuk memulai pekerjaan. Menam bagi petani atau membenahi rumah bagi pekerja bangunan. Bagi sebagian anak-anak atau pemuda yang tidak mendapatkan kesempatan bekerja, akan dimanfaatkan untuk mengais rupiah menjual jasa payung atau mendorong mobil mogok karena tergenangnnya ruang jalan oleh air hujan. BANJIR….

Ya, musim hujan berbarti musim banjir. Buruknya tata ruang dan drainase serta pelanggaran-pelanggaran aturan satu dari sekian sebab maraknya banjir di Indonesia. Alih fungsi lahan, destructive logging, reklamasi pantai, pembangunan waduk/dam sampe pelurusan sungai sebagai project normalisasi sungai.

Banjir berarti bencana. sudah pasti… buat negeri bencana seperti Indonesia, sesedikit apapun pemicu seketika berubah menjadi bencana. Kepastian musim hujan akan terjadi banjir tidak dijadikan sebagai peringatan atau pelajaran untuk melakukan sesuatu yang signifikan. Menanggulangi atau mengurangi daya rusak banjir dan kerugian sebagai risiko bencana. atau… justru banjir sebagai momentum banyak kepentingan. Ekonomi, social-budaya dan politik

Musim hujan adalah musim banjir. Musim banjir berarti musim bencana. Ya, dimusim penghujan, dimana warning dari banyak pihak telah terlontarkan atas kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dan harus dilakukan. BMG yang udah berani banget melontarkan kritik2 sebagai peringatkan kepada instansi teknis bersiap menghadapi curah hujan yang tinggi Januari – Februari. Juga memberingatkan timnas penanggulangan Lumpur panas lapindo untuk bersiap diri. Memperingatkan dept. kehutanan akan ancaman longsor di wilayah kerja mereka. Tapi apakah peringatan itu bener2 dijadikan acuan atau dasar kebijakan bagi yang berkepentingan?

Peta rawan bencana udah dibuat.. (katanya), tapi apakah sudah menjadi dasar untuk mereduksi risiko bencana yang mungkin terjadi. Sampai ke tangan warga yang tinggal dikawasan2 rentan. Sampai ditangan Pemda yang selanjutnya bergegas untuk melindungi segenap warganya untuk bersiaga. Menyiapkan system penanganan, cross check seluruh kekuatan yang dimiliki, termasuk kesiagaan yang sesungguhnya. Membenahi mekanisme pengelolaan pendanaan bencana dll. Rasa-rasanya kok belum ya….
Daerah bisa saja mempunyai post dana cukup untuk penanggulangan bencana. tapi kalau dikaitkan dengan potensi ancaman yang ada, apakah mencukupi untuk penanganan bencana tersebut?

Berapapun dana yang tersedia tidak akan pernah cukup untuk emergency response.. begitu kira2 komen banyak masyarakat atas penanganan bencana. Bisa iya, bisa tidak. Iya, karena memang pengelolaannya yang tidak efektif dan banyak bocor. Menjadi tidak kalau betul2 sudah ada system dan post nya serta didasarkan atas realitas. Paling enggak mendekati kerena disusun berdasarkan kebutuhan. Berapa jumlah penduduk, komposisinya, sebarannya, kondisi geografisnya, kebutuhan tersedia dll jelas akan membantu untuk menyiapkan kebutuhan. Komentar banyak warga tersebut yang jelas bisa dijadikan kritik dalam pengelolaan risiko bencana.

Pengeluaran yang sangat besar dalam response bencana akan sangat luar biasa. Tapi berbeda ketika dana tersebut justru dipostkan untuk berbagai upaya mitigasi dan kesiapsigaan sebagai bentuk preventif. Semua tahu dan pasti setuju kalau nyawa orang tidak lah seharga Rp, 2,5 juta sebagaimana santunan yang kerap diberikan pemerintah bagi korban meninggal. Atau 100 juta sebagaimana santunan asuransi atas kematian pengguna jasa asuransi.

SELAMAT DATANG HUJAN… SELAMAT DATANG MUSIM BANJIR DAN LONGSOR…. PANEN BENCANA SEGERA DATANG

0 Response to "SELAMAT DATANG BANJIR-LONGSOR……"